EKONURDIN

Ekonurdin is local figure that modestly which want easy and agreeable learning,via knowledge paradigm "Nurun Ala Nurin"

SELAMAT DATANG

You can move up at Blog this, one that intent give information access what marks sense deep sharpen and mother life, and as problem solving's media in look for ideal spirit


Anda dapat nongol di Blog ini, yang bertujuan memberikan akses informasi apa adanya dalam mengasah dan mengasuh hidup, serta sebagai media problem solving dalam mencari jati diri yang ideal.


TENTANG SAYA

Foto saya
Sengkang, Sulawesi Selatan, Indonesia
Nurdin Blogger Wajo, Guru SMA 7 Wajo, Admin Quipper School Indonesia, Promotor STIFIn Berlisensi.

FOTO ICT

FOTO ICT
http://ekonurdin.blogspot.com

SUASANA UPACARA BENDERA

SUASANA UPACARA BENDERA

FOTO LOKASI

FOTO LOKASI
LOKASI SMAN 3 SENGKNG, TAMPAK LAB.BAHASA PADA DATARAN 4

LOKASI SEKOLAH JALUR DUA

LOKASI SEKOLAH JALUR DUA
LOKASI SMAN 3 SENGKANG,JALUR DUA

FOTO PARA PEMBINA

FOTO PARA PEMBINA
PEMBINA SMAN 3 SENGKANG UNGGULAN KAB.WAJO

FOTO SISWA ICT

FOTO SISWA ICT
Kelas X Akselerasi dalam suasana belajar Ekonomi dengan metode cooperatif learning berbasis ICT

FOTO PENGURUS KOPERASI SISWA

FOTO PENGURUS KOPERASI SISWA
FOTO BARENG PENGURUS KOPERASI SISWA PERIODE 2010-2011

RAPAT KERJA

RAPAT KERJA
RAPAT KERJA KOPERASI SISWA PERIODE 2010-2011

KNOW ABOUT BUSSINES

KNOW ABOUT BUSSINES
Suasana simulasi Know About Bussines (KAB)

Minggu, 24 Juni 2018

JALAN SUNYI SEORANG GURU (Merenungi Sebuah Perjalanan)

#Milad12SRCdanPenamatan02TKC
#Latepost10Juni2018

Kata guru, memiliki definisi demikian luas. Orang-orang India, Cina, dan Mesir memosisikan guru sebagaimana imam/ orang yang demikian dihormati. Ucapan dan tindakan mereka dijadikan rujukan dalam keseharian masyarakatnya. Penganut agama Hindu bahkan mengumpamakan guru sebagai sebuah kuil berisi pengetahuan sebagai panduan spiritual/ kejiwaan pengikutnya. Ini hampir sama oleh pengikut ajaran Budha, mereka memandang guru sebagai titisan dewa demi mengarahkan pada jalan kebenaran. Secara garis besar, guru disamakan sebagai sebuah simbolitas kebenaran dan keagungan. Karena itu, keberadaan mereka adalah meluruskan kesalahan, dan menjaga poros kebenaran.

Dalam keseharian, seringkali teringat perkataan seorang kawan, bahwa guru bukan sebuah pekerjaan melainkan panggilan hati. Sebab manusia pada dasarnya berasal dari kebenaran manunggal, lantaran itulah telah tersemat tugas-tugas keguruan sebagai pondasi dasar manusia dalam memperjuangkan kebenaran tersebut. Beraktivitas di sekolah, mendampingi tumbuh kembang dan belajar anak-anak, merupakan bonus agar “guru” dalam diri manusia menemukan banyak variasi menyempurna. Hanya saja, belakangan ini kata guru seolah terjebak pada kerumitan administrasi dan membuatnya diartikan sempit. Bahwa guru haruslah yang mengajar di sekolah, punya gelar kesarjanaan, punya Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), berlomba-lomba ikut sertifikasi, serta diasupi gaji/ tunjangan. Akibatnya, menjadi guru bukan lagi ajakan jiwa, melainkan sekadar menggugurkan kewajiban di sekolah, demi awal bulan terima gaji penuh. (Kalimat terakhir ini, anggap saja sedang curhat 😊)

Melalui catatan sederhana ini, kami sedang belajar menjadi guru. Karena saat ini kami adalah teman belajar anak-anak usia dini pada sebuah sekolah Taman Kanak-kanak (TK) sederhana di pinggiran kota Makassar. Banyak yang mengatakan, mengajar di TK sungguh rumit dan butuh kesabaran berlipat. Itu benar! Anak-anak di usia 4-6 tahun adalah makhluk unik yang memiliki banyak kejutan dan jebakan. Jika tidak sabar, hal yang seharusnya menjadi kejutan, bisa saja berbuah jebakan yang merugikan anak, dan guru. Maka, menyelaminya, tidak membutuhkan rumus kecepatan cahaya yang ditemukan Enstein, tetapi lebih dari itu. Apatah lagi, jika di hadapan berjejal banyak anak dengan kecerdasan yang berbeda-beda. Rumit bukan? Tetapi cobalah dahulu, ini sungguh mengasyikkan dan penuh tantangan.

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat di jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” Sengaja saya mengutip surah Al-Nahl ayat 125 sebagai penegasan. Kami menyederhanakannya pada ungkapan “Gaya mengajar guru, mengikuti gaya belajar anak”, demikian cara kami mengurai kerumitan yang dirumitkan. Di sekolah, anak-anak belajar dengan gaya suka-suka semisal di halaman atau di ayunan, bahkan melantai dan tiduran pun boleh. Pun saat mewarnai gambar,  sangat boleh memadukan warna kesukaan. Maka,  jangan heran jika di sini, rerumputan tampak semisal ladang bunga warna-warni, bukan hijau sebagaimana lazimnya. Yang semacam ini, silahkan saja. Toh, mereka memang masih anak-anak yang harus dinutrisi dengan bermain ceria, bukan membunuh imajinasinya dengan kendak/ ukuran benar salah orang dewasa.  Membiarkan mereka merayakan perbedaan gaya belajar, sampai latar belakang anak-anak yang beragam, adalah awal menjelajahi bakat masing-masing, dan bertoleransi sejak dalam pikiran.  Hal ini membuahkan empati hangat di keseharian mereka. Sebagaimana meronanya pelangi dalam banyak varian warna.

Di tempat ini, anak-anak dan guru bergaul seperti kakak adik yang saling mengasihi dan menghormati, serta sepasang sahabat tempat membuang gelisah. Tak sedikit di antara mereka lebih terbuka bercerita hal-hal pribadinya kepada guru dari orang tua sendiri. Aspek kognitif bukanlah menjadi buruan di sekolah, melainkan pembenahan afektif/ akhlak yang dimulai dengan membetahkan anak-anak belajar tanpa merasa diajari, lalu mencontohkan/ membiasakan perbuatan/ perkataan baik sederhana, dan ujungnya tanpa diminta, merekalah yang menemukan jalannya belajar huruf, angka, serta baca tulis. Inilah yang saya maksud kejutan, sekaligus bonus bagi mereka. Dahulukan akhlak, di atas kognitif. Sebab negara ini telah sesak oleh orang-orang pintar, tetapi miskin akhlak (Bukankah hanya Dialah yang tahu orang-orang yang mendapat petunjuk?).

Karena memberlakukan cara demikian, kami kadang dianggap “gila”/ keluar dari kebiasaan sebuah sekolah. Tetapi ini bukan masalah, justru ada sebuah jalan yang hendak dibuat dengan cara tersebut untuk mengembalikan “kebenaran” pada porosnya. Di tolak khalayak, kadang membuat semangat luruh, dan melontarkan ke jalan kesunyian. Itu manusiawi, namun jauh di kedalaman jiwa bahwa kebenaran memanglah senantiasa beriringan dengan kesunyian. Tetapi ingat, sunyi itu hening, bukan sepi. Bunda Teresa berkata, “Buah keheningan adalah doa. Buah doa adalah iman. Buah iman adalah cinta. Buah cinta adalah pelayanan. Buah pelayanan adalah damai.” Inilah kesunyian, sementara sepi buahnya hanya air mata, penderitaan, dan kebencian.

Menjadi guru, sama halnya menyusun setapak kesunyian. Taruhlah misalnya, sebagai guru TK. Setelah minimal setahun sungguh akrab dengan anak-anak, di akhir tahun ajaran haruslah merelakan mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Setelah itu, datang lagi anak-anak lain, kami akrab, lalu berlalu. Momen-momen ini selalu dijalani dengan derai air mata. Anak-anak, sungguh selalu membuat menangis, walau jika mereka tersenyum. Dan ini terus berulang dari tahun ke tahun. Jauh di kedalaman hati, ada miris yang mengiris. Sunyi tidak bisa disembunyikan, ketika jiwa kami dan anak-anak itu telah menyatu, lalu terbang jauh, kami memilih keheningan/ menjahui kebisingan. Di sini, diri sebagai guru didaur ulang, dievaluasi, dan diasah terus menurus. Menepi di jalan kesunyian semisal relaksasi memulihkan cidera, yang setiap hari selalu saja ada dari niat berbelok, amarah tak terbendung, pun kesalahan-kesalahan keseharian yang tanpa disadari terekam dalam memori jangka panjang seorang anak. Jika itu berhasil,  kelak akan membuahkan cinta di jalan pengkhidmatan/ pelayanan, meski hanya sekecil-kecilnya. Setelahnya, benar!  Ada damai di kedalaman kalbu.

Guru bukanlah manusia suci. Bersunyi-sunyi, berarti meluruskan kesalahan pada diri sendiri, barulah orang lain. Karena, guru adalah contoh/ teladan meski dia bukan nabi. Ucapan dan perbuatannya digugu murid-muridnya. Demikianlah seharusnya guru menegakkan kebenaran. “Sebab seorang guru mempengaruhi keabadian; dia tidak pernah tahu dimana pengaruhnya berhenti.” Demikinlah kata Hendry Adams (seorang sejarawan Amerika). Dan “kebenaran” itulah satu-satunya keabadian.

Selamat milad ke 12 SRC
Happy graduate 02 TKC
Berkah dan sukses selalu di jalan CINTA ini untuk SRC dan TKC.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi baik materi maupun non materi demi kelancaran kegiatan ini. Kasih Tuhan bersama kalian.
Terima kasih untuk para orang tua murid yang telah mempercayakan anak-anaknya bersama kami. Mohon maaf atas kurangnya pengkhidmatan para guru kepada anandaku sekalian selama bersekolah di TKC. Jelasnya,  dimana pun kalian melanjutkan pendidikan,  tetaplah bahagia dan penuh ceria. ❤❤❤❤

#takepicturebyMhilaTaqiy

DAFTAR BLOG SAYA

Untuk seluruh kelas X Reguler,SMAN 3 Sengkang. Apa yang menjadi hambatan dalam mengikuti pelajaran ekonomi .

APAKAH BLOG INI BERMANFAAT BAGI ANDA,UTAMANYA DALAM PEMBELAJARAN EKONOMI?

Model pembelajaran yang diinginkan dalam mengukuti pelajaran ekonomi.